Jakarta,metronewstv.com Michelle kurisi Doga, mengatakan,Reformasi politik pada tahun 1998 telah membawa angin perubahan pada situasi politik di Indonesia, setidaknya dari sistem otoriter menuju demokrasi, adalah sistem pemerintahan yang tersentralisasi menjadi terdesentralisasi, dan dari supremasi militer ke supremasi sipil. Perubahan ini membawa implikasi bagi gerakan sosial politik di Indonesia termasuk gerakan perempuan di Papua. Kata Michelle kurisi Doga, keterangan tertulis (27/10/2022)
Ia juga mengatakan,bahwa Gerakan perempuan Indonesia turut terlibat dan menjadi bagian penting dalam perjuangan reformasi. Lebih jauh gerakan perempuan bahkan membawa budaya politik baru yang berlandaskan pada etika kepedulian di tengah budaya politik yang maskulin. Ujarnya,"
"Hal ini tampak pada tindakan dan strategi yang diambil gerakan perempuan dalam menghadapi kerusuhan Mei 1998 dan konflik sosial dengan menggunakan isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan) di berbagai daerah,Indonesia"ujar Michelle
"Saat udara reformasi, gerakan perempuan Indonesia juga menawarkan diskursus baru yang mendobrak pemisahan antara privat dan publik. Diskursus ini diwujudkan dalam kebijakan pro perempuan seperti UndangUndang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga di tahun 2004. Imbuhnya,.
"Gerakan perempuan Indonesia juga telah memasukkan perumusan perempuan ke dalam agenda perpolitikan. Hal ini terlihat pada lahirnya kebijakan kuota 30 persen keterwakilan perempuan dalam Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Partai Politik sejak tahun 2002. Di tataran kebijakan sejumlah undang-undang yang pro perempuan sudah disahkan meskipun dalam implementasinya masih kurang dan banyak catatan.
Singkatnya, setelah dua puluh tahun reformasi gerakan dan pemikiran perempuan terus berkembang. Perkembangan gerakan perempuan tersebut dapat dilihat dari kemunculan berbagai organisasi yang didirikan untuk menyuarakan dan membela kepentingan perempuan dalam berbagai isu, seperti keragaman identitas gender,
Disabilitas, perempuan adat, perempuan buruh migran, pekerja rumah tangga, dan masih banyak lagi. Namun, dua puluh tahun sejak reformasi dicetuskan, persoalan mendasar yang telah diperjuangkan sejak dulu masih dihadapi oleh kaum perempuan. Hingga kini kaum perempuan masih menghadapi persoalan mendasar seperti angka kematian ibu, perkawinan anak, perdagangan manusia, dan kesenjangan upah. Persoalan kekerasan dan diskriminasi berdasarkan
gender masih terus berlanjut, seperti perkosaan dan pelecehan seksual, juga persekusi terhadap LGBT. Perjuangan gerakan perempuan belum selesai hanya dengan munculnya berbagai peraturan dan kebijakan yang mengakomodasi ketidakadilan gender.
"Dalam udara reformasi juga memberikan ruang bagi munculnya konservatisme berbasis agama dan puritanisme yang melakukan kontrol dan pembatasan terhadap perempuan.
"Negara semakin memfasilitasi kecenderungan kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan lewat peraturan daerah yang diskriminatif terhadap perempuan dan kelompok marginal.
"Dalam situasi tersebut, gerakan perempuan terus mencari bentuk dan pemikiran untuk mendorong agenda politik perempuan di ranah publik, mulai dari tingkat nasional hingga di akar rumput.
"Aksi kolektif perempuan adalah salah satu metode gerakan perempuan yang bertujuan untuk mengajukan tuntutan di ranah publik dengan tetap membawa identitas gender perempuan. Gerakan perempuan pun tak berhenti pada persoalan perempuan, tetapi juga merambah persoalan publik yang lebih luas, kelestarian lingkungan dan keadilan sosial.
" Artikel-artikel dalam Jurnal Perempuan edisi ini memperlihatkan upaya pemikiran dan gerakan perempuan untuk berjuang dalam berbagai ranah dan isu. Mulai dari gerakan basis di akar rumput hingga gerakan advokasi di level kebijakan.
"Mulai dari lingkup kecil di tataran desa hingga skala nasional. Semua tindakan kolektif yang melibatkan aktor kolektif dan diskursus gender tersebut menegaskan gerakan perempuan punya dampak dan daya dorong bagi perubahan sosial yang penting bukan hanya bagi keluarga, tetapi juga komunitas, pemerintah, dan masyarakat secara luas.
Penulis: Michelle kurisi Doga
Aktivis perempuan papua
Post a Comment