Benarkah Umat Islam Indonesia Tak Peduli penegakan HAM dan Demokrasi di Papua


Jakarta,metronewstv.com Dari sudut pandang kebanyakan saudara-saudara belahan Barat Indonesia, terutama khusunya mayoritas 87% pemeluk agama Islam dari total jumlah penduduk 270 juta jiwa rakyat Indonesia, Papua adalah “ghorbi”, asing, identik dengan Kristen, separatisme, primitive dan stigma pejorative lain yang intinya TPN/OPM atau daerah Darul Harbi, “daerah perang”.  Dalam keterangan tertulis kepada wartawan (6/9/2022)

Stigma itu menggiring orang membenarkan asumsi Papua berbeda dari Indonesia. Sebaliknya para pemimpin Indonesia tidak secara jujur, adil dan bermartabat mengakui hak politik rakyat Papua, sejak Papua diserahkan PBB kepada Indonesia melalui hasil Pepera yang tidak memenuhi syarat one vote one man, tahun 1963. Hal ini terlihat dari sikap politik partai-partai Islam seperti PPP, PKS, PBB. Partai Islam sering menunjukkan sikap apatisme kalau bukan malah ambivalent. Bahkan ormas-ormas Islam seperti Muhammadiyah, NU, MUI dan lain-lain tidak terlihat kontribusinya bagi penyelesaian konflik. Papua dianggap kepentingan Barat Kristen tanpa mau melihat secara obyektif dari sudut pandang orang Papua.

Walaupun Kristen Protestan mayoritas di Utara, dan Katolik di Selatan Merauke. Islam adalah agama pertama masuk dibumi Cenderawasih (J.R Mansoben, 2001). Agama Islam bagian dari populasi pendududuk Papua 2 juta jiwa, tanpa dichotomi “amber” dan penduduk asli. Kalau didata semua, transmigrasi, urban mandiri, guru-guru, dan para pejabat pemerintah TNI/POLRI, militer non organic. Maka penduduk muslim Papua tidak kurang dari setengah juta jiwa.

Agama Islam menurut, Van der Leeder (1980, 22) sudah lebih awal berkembang di kalangan penduduk Asli Papua sebelum Otto dan Geisler datang di Pulau Mansinam Manukwari tanggal 5 Pebruari tahun 1855. Penganut Islam terdiri dari penduduk Asli sejak abad ke 15, sebelum agama Kristen abad 18 diantar masuk ke Papua oleh Kesultanan Islam Tidore. Karena itu konflk sosial politik Papua tidak mungkin tanpa melibatkan semua kelompok termasuk kelompok penganut agama Islam.
 
Penyelesaian masalah politik Papua Barat secara jujur, adil, damai dan bermartabat, hak bereksistensi orang Papua sepenuhnya dijamin dalam muqoddimah (pembukaan) konstitusi Indonesia: ”…kemerdekaan adalah hak segala bangsa, oleh sebab itu penjajahan dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan pri keadilan dan pri kemanusiaan…dst”. Karena itu para pemimpin Indonesia harus mengakui secara jujur. karena tidak bertentangan dengan Pancasila, UUD 45, juga konsep keadilan, musyawarah dalam agama Islam, agama anutan mayoritas rakyat Indonesia.
 
*** ***
Inti pesan sesungguhnya ingin disampaikan penyelesaian menyeluruh, konflik social politik di Papua Barat secara jujur, adil, damai dan bermartabat hak bereksistensi orang Papua didunianya sendiri. 

Catatan tulisan lebih ditujukan sebagai pendampingan dan keberpihakan penulis pada rakyat Papua atas krisis identitas yang termarginalkan, berpengaruh pada mentalitas teralienasi oleh akibat dominasi nilai lain dan baru yang menghegemoni.
*** ***
 
Sumbangan pemikiran muslim Papua, apalagi lembaga Islam mayoritas Indonesia dirasakan miskin dalam penegakan HAM dan demokrasi dalam menciptakan Papua tanah damai. Agama Kristen, misalnya Paroki dari Katolik dan Classis GKI Papua, keberpihakan penegakan HAM dan demokrasi terasa cukup intens sebagai perwujudan kebenaran agamanya. Ormas da’wah umat Islam seperti MUI, NU, Muhammadiyah Papua, perannya tidak terlihat walaupun digaris bawahi di sini bahwa tujuan utama ormas Islam bukan untuk menegakkan HAM dan Demokrasi. Karena itu wajar kalau kemudian lembaga milik Islam tidak terlihat perannya penyelesaian konflik di Papua.

Tapi mengapa ada sikap ambivalen ormas Islam radikal terhadap Papua (di Semarang dan Jogja, HTI dan FPI, pernah bakar bendera “Bintang Kejora” dan mengejar mahasiswa Papua, ancaman bunuh dan usir dari daerah itu), harus ada kejelasan mengapa (?). Bahkan ormas Islam Hisbit Thahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI) sebaliknya, bukan sikap perwujudan kebenaran agamanya, malah membenarkan tuduhan selama ini, agama Islam adalah agama yang bertentangan dengan penegakan nilai-nilai hak asasi manusia, pembebasan, keadilan, kebenaran, dalam konteks Papua sebagai zona damai, tanah perjanjian, “tanah kanaan” (Papua darussalam).

Umat Islam apalagi lembaga oramas-ormasnya selama ini tidak pernah ikut berperan, sebagaimana sesama agama samawi lain, Agama Islam sebagaimana terlihat dari ketiadaan peran lembaga Islam dan Muslim seperti umat dan lembaga Agama lain (Kristen Protestan dan Katolik). Ormas agama disebut dua terkahir, keberpihakan kebenaran dan keadilan dalam menciptakan kedamaian tanah Papua terasa begitu sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Mengapa tidak demikian dengan Islam? Ternyata bukan Islamnya yang tidak memiliki pesan-pesan kedamaian, kebenaran dan keadilan. Tapi justeru manusia yang memeluk agama Islam kurang menyadari kalau kemudian agamanya sarat nilai keadilan, kebenaran dan kemanusiaan (rahamatan lil’alamin). Karena itu sebahagian orang, penganut agama lain, boleh jadi, menganggap Islam tidak menunjang bahkan bertolak belakang dengan nilai keadilan, kebenaran. Karena itu bisa gawat akibatnya di Papua, Islam sebagai sebuah agama ditolak keberadaan kebenarannya.

Dengan demikian membuat orang lain diluar Islam, menjadi ragu dan menganggap Islam bukan dari sumber kebenaran, kebenaran Tuhan. Demikian kesan Islam selama ini bagi sebahagian orang bukan penganut Islam, bahkan misalnya Agama Islam identik dengan “terorisme” oleh Barat Kristen dan juga oleh orang Papua non muslim.

Padahal Islam selalu sarat nilai moral dan keadilan. Tetapi mengapa umatnya, penganut agama Islam, selama ini misalnya dalam penyelesaian konflik sosial politik Papua Barat, tidak peduli, apatis, terkesan mendorong penyelesaian masalah dengan cara kekerasan? Bahkan lebih parahnya lagi kalau kemudian orang Papua sampai pada kesimpulan, Islam dan muslim Indonesia tidak lain dari kekacauan itu sendiri kalau bukan penjajah. Sebagai muslim Papua tentu saja penulis keberatan dengan kesimpulan tentatif (mentah) ini. Dan menolak tegas anggapan ini karenanya.
 
*** ***
 
Islam Agama yang benar, dari sumber Kebenaran, Allah SWT, Tuhan semesta alam, harus membimbing moral (akhlaqul karimah), para pemeluknya untuk menunjukkan sikap kebenaran, keadilan dan kejujuran pada semua pihak. Firman Allah SWT:

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. 5:8)”.

Rasulullah, Muhammad SAW, sebagai Nabi terakhir (khotamunnabiyyin), mengaku diutus oleh Allah SWT, datang ke dunia semata-mata hanya menyempurnakan moral (innama bu’istu liutammima makari mal akhlaq”).

Artinya: 

“Tidaklah aku diutus, kecuali untuk menyempurnakan akhlaq (moral)”. 

Nabi Muhammad SAW, diutus oleh Allah SWT, datang kedunia untuk membebaskan (memerdekakan) umat manusia dan untuk menciptakan kedamaian abadi sebagaimana missi umumnya para nabi dan rosul lain yang masih satu nenek moyang, yakni keturunan Abraham (Nabi Ibrahim AS) sebagai Bapak monotheisme yang agamanya disebut sebagai Abramic relegion, “millah” Ibrahim.

Karena itu di sini, dalam kumpulan tulisan ini, kami mencoba memberikan sumbangan pikiran, pendampingan, dan keberpihakan kepada Bangsa West Papua, sebatas kemampuan kami. Mengingat kontribusi pemikiran sebagai solusi secara konfrehenshif, untuk mencari jalan penyelesaian banyak kasus pelanggaran HAM berat di Tanah Papua dan miskinnya keberpihakan kaum muslimin oleh lembaga-lembaga Islam di Papua maupun ditingkat nasional. Karenanya kesan selama ini Muslim Papua pasif, misalnya dalam pelanggaran HAM berat yang seringkali membuat penat pikiran pemerintah Indonesia oleh ulah TPN/OPM atau oleh TNI/POLRI, yang senantiasa tanpa pernah berakhir itu.

Untuk menghilangkan kesan itu tulisan ini sebagai sumbangan pemikiran muslim Papua dihidangkan dihadapan sidang pembaca. Disini kami mencoba menampilkan experimentasi pemikiran sederhana guna memberi kontribusi atas berbagai masalah ke-islaman dan ke-Papua-an guna mencapai kemaslahan bersama atas berbagai masalah sosial politik. Perspektif pemikiran lebih pada nilai-nilai utama yang terkandung dalam Al-Qur'an dan Al-Hadis dengan intrepretasi bebas sesuai konteks sosial budaya Papua.

Sumber penulis:Ismail Asso

Laporan: muis

Post a Comment

Previous Post Next Post